Cerita Bakyat Bali (Pan Balang)
kota Bali adalah bagian dari reblulik indonesia yang
sangat terkenal akan keindahan seni,budaya,adat dan tempat tempat wisatanya di
kalangan touris baik dometik atupun manca negara,di balik semua itu ternyata
bali memiliki cerita-cerita yang menrik dan tidak kalah indahnya dengan
tempat-tempat wisatanya untuk kita ketahui dan jelajahi,karna jarang dari para
touris berkunjung ke bali tapi tidak mengetahui tentang itu,diantarany yaitu Kisah
Rakyat Pan Balang Tamak dan I Gusti Gede Pasekan.
Kisah Rakyat Pan Balang Tamak dan I Gusti Gede
Pasekan dua dari Kumpulan Cerita-Cerita Rakyat yang paling terkenal di wilayah
Bali. Keduacerita rakyat ini memiliki Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Dalam Cerita Rakyat yang
sangat khas yaitu penganan khas bali yaitu Abug Iwel dan kepercayaan kepada
Sang Hyang Dewata Agung dalam agama Hindu yang merupakan agama mayoritas
masyarakat Bali. Banyak sekali Kumpulan Cerita Cerita Rakyat Bali yang menarik
untuk diketahui, dua legenda yang kami ceritakan hari ini merupakan
diantaranya, yuk kita simak sama-sama.
pada zaman dahulu hiduplah seorang lelaki yang bernama Pan
Balang,dia adalah seseorang yang tamak,licik dan
cerdik. Kecerdikannya kerap digunakannya untuk berbuat licik. Ia juga dikenal
selaku sosok pembohong, sombong, pemalas, dan jarang bergaul dengan orang lain.
Orang-orang di desanya tidak menyukai Pan Balang Tamak. Sang Kepala Desa di
mana Pan Balang Tamak tinggal termasuk orang yang tidak senang dengan Balang
Tamak.
Kepala Desa merencanakan cara
untuk menghukum Pan Balang Tamak. Setelah dipikirkannya masak-masak, sang
Kepala Desa akhirnya menemukan cara. Ia lantas memerintahkan agar segenap warga
untuk melaksanakan perburuan bersama. "Siapa yang tidak turut dalam
perburuan bersama itu akan dikenakan hukuman berupa denda!" begitu
pengumuman sang Kepala Desa.
Kepala Desa memerintahkan segenap
warga desa pimpinannya untuk berkumpul dan berangkat setelah ayam jantan
berkokok dan mulai turun mencari makan.
Pan Balang Tamak jelas
mengetahui adanya pengumuman dari kepala desa itu. Ia juga bisa merasakan
adanya niat kepala desa untuk menghukum dan menjatuhkan denda padanya. Ia pun
merencanakan siasat licik untuk menghadapinya.
Pada hari yang telah
ditentukan, warga desa berdatangan di rumah kepala desa tepat pada waktu yang
telah ditetapkan. Hanya Pan Balang Tamak sendiri yang tidak terlihat di tempat
itu. Warga desa yakin, kali ini Pan Balang Tamak tidak akan dapat lagi mengelak
dari tuntutan hukuman dan denda yang akan dijatuhkan Kepala Desa.
Pan Balang Tamak akhirnya
datang juga ke tempat pertemuan itu meski sangat terlambat dari waktu yang ditentukan.
Ia terlihat tenang seraya menuntun seekor anak anjing miliknya ketika datang ke
pertemuan warga tersebut. Ia tetap juga terlihat tenang dan tidak sedikit pun
memperlihatkan rasa bersalahnya karena datang sangat terlambat dan mendapat
ejekan warga desa lainnya.
Ketika perburuan dimulai, Pan
Balang Tamak turut pula dalam kegiatan tersebut. Tanpa diketahui warga lainnya,
Pan Balang Tamak melemparkan anak anjing miliknya ke semak-semak berduri. Anak
anjing itu pun meraung-raung kesakitan karena tubuhnya terkena duri-duri tajam.
Orang-orang yang tengah berburu terperanjat dan buru-buru mendatangi Pan Balang
Tamak. Mereka mendapati Pan Balang Tamak tengah menimang-nimang anjingnya itu
dan membersihkan darah dari tubuh anjingnya.
"Pan Balang Tamak, apa yang
terjadi dengan anjingmu itu?" tanya sang Kepala Desa.
"Anjingku ini tadi habis
bertarung dengan seekor babi hutan besar." jawab Pan Balang Tamak
berbohong. "Ia begitu gigih bertarung hingga sekujur tubuhnya terluka dan
mengeluarkan darah."
"Kemana babi hutan itu
Iari?" tanya seorang warga.
Pan Balang Tamak menunjuk ke
sebuah arah. "Kesana!" jawabnya.Maka, warga desa pun segera
bergerak ke arah yang ditunjukkan Pan Balang Tamak. Sementara Pan Balang Tamak
sendiri hanya duduk seraya terus membersihkan darah dari luka di tubuh anjing
miliknya. Dengan cara itu maka Pan Balang Tamak tidak harus bersusah-payah
mengikuti perburuan. Siasat Iiciknya telah berhasil mengelabui Kepala Desa dan
juga warga desa lainnya.
Perburuan pun berakhir ketika
waktu senja tiba. Mereka kembali tanpa mendapatkan seekor hewan buruan pun.
Sebelum kembali ke rumah masing-masing, Kepala Desa memerintahkan segenap warga
desa untuk berkumpul keesokan harinya. Warga desa mengetahui, Kepala Desa akan
menghukum Pan Balang Tamak karena berani melanggar perintah Kepala Desa.
Pan Balang Tamak mengetahui
jika dirinya akan dijatuhi hukuman Kepala Desa. Namun ia tidak terlihat resah
atau takut. Setibanya di rumah, ia malah menyuruh istrinya untuk membuat abug
iwel (Sejenis penganan atau kue yang terbuat dari ketan). "Bentuklah abug
iwel itu hingga menyerupai tahi anjing."
Istri Pan Balang Tamak
keheranan mendengar ucapan suaminya. "Untuk apa abug iwel dibentuk
menyerupai tahi anjing, Pan?" tanyanya.
"Sudahlah, jangan banyak
tanya." jawab Pan Balang Tamak. "Aku akan mengolok-olok Kepala Desa
karena akan menjatuhkan hukuman untukku. Aku akan buktikan, aku lebih cerdik
dibandingkan Kepala Desa."
Meski tidak mengetahui rencana
suaminya yang sebenarnya, istri Pan Balang Tamak menuruti perintah suaminya. Ia
membuat abug iwel dan membentuknya hingga menyerupai tahi anjing.
Keesokan harinya, Pan Balang
Tamak pagi-pagi telah datang di Balai Desa. Secara sembunyi- sembunyi ia
meletakkan abug iwel buatan istrinya itu di bawah tiang Balai Desa. Diberinya
air di sekitar abug iwel itu hingga kian mengesankan air kencing anjing.
Selesai dengan tugas rahasianya itu Pan Balang Tamak lantas kembali ke
rumahnya. Ia mandi dan beberapa saat kembali ia berangkat ke Balai Desa untuk
bergabung dengan warga desa lainnya.
Setelah semua warga desa
berkumpul, Kepala Desa lantas menghadapkan Pan Balang Tamak kepadanya. Katanya,
"Engkau harus kami hukum karena telah melanggar perintah Kepala Desa.
Hukuman untukmu adalah membayar denda."
Dengan wajah yang menyiratkan
kepolosan, Pan Balang Tamak menyahut, "Mengapa aku harus dihukum? Apa
kesalahanku? Bukankah aku telah mematuhi perintah Kepala Desa?"
"Patuh pada perintah
Kepala Desa bagaimana maksudmu?" kata Kepala Desa dengan wajah yang menyiratkan
kemarahan. "Bukankah aku telah umumkan agar segenap warga desa datang dan
berkumpul di Balai Desa ketika ayam jago berkokok dan turun untuk mencari
makan? Lantas, bagaimana dengan dirimu sendiri?"
Dengan suara lantang Pan
Balang Tamak menjelaskan, jika ia tidak mempunyai ayam jago, walau seekor pun.
Ayam yang dimilikinya hanyalah ayam betina yang tengah mengerami
telur-telurnya. "Tentu saja ayamku tidak berkokok. Sesuai perintah Kepala
Desa, aku langsung berangkat ke Balai Desa setelah ayarnku turun untuk menari
makan. Bukankah aku telah mematuhi perintah Kepala Desa? Lantas, bagaimana
mungkin aku harus dihukum dengan membayar denda?"
Kepala Desa dan segenap warga
desa tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menyanggah penjelasan Pan Balang
Tamak. Mereka semua mengetahui, Pan Balang Tamak memang hanya mempunyai seekor
ayam betina. Jika ia datang ke Balai Desa setelah ayam betinanya turun untuk
mencari makan, maka jelas Pan Balang Tamak tidak bisa disalahkan karenanya.
Pan Balang Tamak akhirnya
dibebaskan dari hukuman denda. Pan Balang Tamak lantas berlagak.
Diperhatikannya keadaan di bawah tiang Balai Desa.
Katanya kemudian dengan wajah
bersungut-sungut seraya menunjuk pada abug iwel, "Balai Desa ini tampak
kotor. Lihat banyak tahi anjing di dekat tiang ini:'
Kepala Desa dan beberapa warga
desa melihat ke arah yang ditunjuk Pan Balang Tamak. Mereka dapat membenarkan
ucapan Pan Balang Tamak.
Mendadak Pan Balang Tamak
berujar, "Aku menantang siapa pun di antara kalian. Siapa pun yang berani
memakan tahi anjing ini, aku akan membayarnya sepuluh ringgit!"
Kepala Desa sangat jengkel
mendengar ucapan Pan Balang Tamak. "Bagaimana dengan dirimu sendiri? Jika
engkau berani memakan tahi anjing itu, aku akan membayar dua kali lipat dari
tawaranmu! Bagaimana? Engkau berani menerima tantanganku?"
Pan Balang Tamak pura-pura
berpikir dan menimbang-nimbang. Ia terus berlagak hingga Kepala Desa dan
orang-orang kian bersemangat memintanya untuk melakukan tantangan Kepala Desa.
Dengan tetap berlagak menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, Pan Balang
Tamak lalu memakan abug iwel yang dibentuk menyerupai tahi anjing itu.
Kepala Desa maupun warga desa
yang melihat Pan Balang Tamak memakan 'tahi anjing` menjadi mual perutnya.
Mereka menutup mulutnya dan tak sanggup melihat aksi Pan Balang Tamak. Kepala
Desa lantas memberikan uang dua puluh ringgit untuk Pan Balang Tamak dan
memintanya untuk segera pulang.
Pan Balang Tamak pulang dengan
wajah berseri-seri. Kecerdikannya untuk berbuat licik kembali memperdaya Kepala
Desa dan juga warga desa tempat tinggalnya.
Pesan moral dari kumpulan
cerita cerita rakyat : Pan Balang Tamak yang licik adalah kecerdikan sudan
seharusnya tidak dilakukan untuk berbuat kelicikan atau memperdaya orang lain.
Kecerdikan hendaknya digunakan untuk membantu orang yang membutuhkan.
Kumpulan Cerita Cerita Rakyat
Bali : I Gusti Gede Pasekan
Syahdan pada zaman dahulu
hiduplah seorang raja yang memerintah Kerajaan Klungkung. Sri Sagening nama
sang raja itu.Ia mempunyai banyak istri. Istri terakhirnya bernama Ni Luh
Pasek.
Ketika Ni Luh Pasek
mengandung, ia disingkirkan secara halus oleh Sri Sagening. Suaminya itu
menikahkannya dengan Kyai Jelantik Bogol. Tak terkirakan kecewanya Ni Luh Pasek
mendapati perlakuan buruk suaminya itu. Ia hanya bisa menerima kenyataan yang
sangat mengesalkan hatinya itu. Secercah keberuntungan masih didapatkan Ni Luh
Pasek, karena Kyai Jelantik Bogol mencintai dan menyayanginya sepenuh hati. Ni
Luh Pasek pun akhirnya dapat menerima kenyataan yang harus dihadapinya. Bahkan,
ia dapat hidup berbahagia dengan suaminya itu. Hingga ketika waktu melahirkan
baginya tiba, Ni Luh Pasek melahirkan seorang bayi lelaki. Sehat dan tidak
kurang suatu apapun juga bayi lelaki itu. Diberinya nama I Gusti Gede Pasekan
untuk bayi Ielakinya itu. Kian berbahagia hati Ni Luh Pasek karena suaminya
benar-benar mencintai dan menyayangi I Gusti Gede Pasekan laksana cinta dan
kasih sayangnya kepada anak kandungnya sendiri.
I Gusti Gede Pasekan tumbuh
menjadi anak yang sehat, kuat, dan cerdas. Baik pula perilaku dan budi
pekertinya. Semakin bertambah usianya semakin terlihat bakat dan kemampuannya
dalam memimpin. Kewibawaannya terpancar keluar. Dikenal sakti pula dirinya.Ia sepertinya
ditakdirkan Sang Hyang Dewata Agung selaku pemimpin. Dengan semua kelebihan
yang terdapat padanya, orang-orang pun rnencintai dan menghormati I Gusti Gede
Pasekan.
Ketika I Gusti Gede Pasekan
berusia dua puluh tahun, Kyai Jelantik Bogol memerintahkannya untuk pergi ke
Den Bukit di daerah Panji. "Daerah itu adalah tempat kelahiran ibumu.
Pergilah ke sana bersama ibumu. Semoga Sang Hyang Dewata Agung senantiasa
melindungi kalian dan memberi kalian keselamatan:'
I Gusti Gede Pasekan segera
berangkat memenuhi perintah ayah tirinya. Empat puluh pengawal turut serta
dengannya. Mereka dipimpin Ki Dumpiung dan Ki Kadosot. I Gusti Gede Pasekan
juga membawa dua pusaka pemberian Kyai Jelantik Bogol, yaitu tombak Ki Tunjung
Tutur dan keris Ki Baru Semang. Setelah melakukan perjalanan selama empat hari,
tibalah mereka di daerah Batu Menyan. Mereka pun berniat bermalam di tempat
itu.
Meski Ki Dumpiung dan Ki
Kadosot telah memberikan pengawalan sebaik mungkin, tetap tak mampu mereka
menjaga agar tidak terjadi penyusupan. Sang penyusup adalah makhluk gaib
penghuni hutan di daerah Batu Menyan itu. Si makhluk gaib menemui I Gusti Gede
Pasekan dan mengajaknya terbang. Tanpa ragu-ragu I Gusti Gede Pasekan menuruti
ajakan makhluk gaib itu.
I Gusti Gede Pasekan merasa
takjub ketika melihat pemandangan dari atas. Dilihatnya daratan dan lautan yang
sangat indah, meski waktu itu masih malam hari. Ketika ia menatapkan
pandangannya ke arah timur dan barat laut, ia melihat pulau-pulau di kejauhan.
Ketika melihat ke arah selatan, ia melihat sebuah gunung yang tinggi menjulang
Iaksana paku bumi.
Si makhluk gaib mengembalikan
I Gusti Gede Pasekan ke tempatnya semula. Seketika makhluk gaib itu menghilang,
I Gusti Gede Pasekan mendengar bisikan suara gaib, "Wilayah-wilayah yang
engkau lihat tadi kelak akan menjadi wilayah kekuasaanmu."Meski masih terheran-heran,
tak urung gembira juga hati I Gusti Gede Pasekan seandainya apa yang dibisikkan
suara gaib itu menjadi kenyataan. Bukankah menguasai wilayah-wilayah yang amat
luas itu berarti ia akan mendapatkan suatu kedudukan yang sangat mulia?
Kejadian menggetarkan itu
lantas diceritakan I Gusti Gede Pasekan kepada ibunya. Ni Luh Pasek turut
merasa gembira pula. Ia turut mendoakan agar bisikan suara gaib itu benar-benar
akan mewujud pada diri putranya itu. ia pun memberi nasihat, "Anakku,
hendaknya engkau senantiasa berusaha sekuat kemampuanmu untuk mewujudkan apa
yang menjadi keinginanmu."
Rombongan itu pun meneruskan
perjalanan mereka menuju Den Bukit di daerah Panji. Rintangan dan halangan yang
mereka temui kian berat, jauh melebihi beratnya rintangan maupun halangan yang
mereka temui hingga tiba di Batu Menyan. Namun, semua rintangan dan halangan
itu berhasil mereka lewati. Tibalah mereka kemudian di daerah Panji dengan
selamat. Mereka kemudian bermukim di tempat kelahiran Ni Luh Pasek itu.
Syandan pada suatu hari sebuah
perahu besar terdampar di pantai Panimbangan, tak jauh dari tempat tinggal I
Gusti Gede Pasekan dan rombongannya. Perahu besar itu berasal dari Bugis.
Nakhoda dan segenap awak kapal telah berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan
perahu mereka, namun tetap usaha mereka itu tidak menemui keberhasilan. Para
nelayan di pantai Panimbangan telah pula turut berusaha membebaskan perahu yang
terdampar itu, namun tetap juga perahu besar itu tidak bisa kembali ke laut. Di
tengah rasa bingung dan hampir putus asa, nakhoda kapal didatangi Kepala
Kampung. Kata sang Kepala Kampung, "Hanya ada seorang yang mampu
membebaskan perahu Tuan yang kandas itu."
"Siapa dia?"
"I Gusti Gede Pasekan
namanya;" jawab sang Kepala Kampung. "Ia pemuda sakti yang sangat
berwibawa. Jika engkau meminta bantuan padanya, niscaya ia akan mampu mengatasi
masalah besar yang tengah Tuan alami ini.”
Nakhoda kapal segera menemui I
Gusti Gede Pasekan. Ia meminta bantuan I Gusti Gede Pasekan dan berjanji akan
memberikan sebagian muatan perahu kepada I Gusti Gede Pasekan jika perahu besar
yang dikemudikannya itu dapat terbebas.
"Baiklah," jawab I
Gusti Gede Pasekan, "aku akan mencobanya."
Bersama sang nakhoda kapal, I
Gusti Gede Pasekan segera menuju pantai Panimbangan. Seketika tiba di pantai Panimbangan
dan melihat kondisi perahu yang kandas itu, I Gusti Gede Pasekan lantas
mengeluarkan dua senjata andalannya, tombak Ki Tunjung Tutur dan keris Ki Baru
Semang. Tiba-tiba muncullah dua makhluk gaib yang luar biasa besar tubuhnya
dari dalam dua senjata pemberian Kyai Jelantik Bogol tersebut. Keduanya hanya
dapat dilihat I Gusti Gede Pasekan dan sama sekali tidak tampak pada pandangan
orang-orang lainnya.
I Gusti Gede Pasekan lantas
memerintahkan dua makhluk gaib itu untuk menyeret perahu besar itu dari pantai
Panimbangan.
Dengan kekuatan gaibnya, kedua
makhluk gaib itu menyeret dan membebaskan perahu dari kondisi kandasnya. Perahu
pun kembali dapat ke taut lepas.
Tak terkirakan keheranan dan
keterkejutan orang-orang mendapati perahu yang kandas itu berhasil ditarik oleh
sesuatu kekuatan yang tidak terlihat, sementara yang tampak pada mereka
hanyalah I Gusti Gede Pasekan yang berdiri seraya menunjuk-nunjuk pada perahu.
Nakhoda berikut seluruh awak
kapal amat bergembira setelah mendapati perahu mereka dapat kembali ke laut.
Sang nakhoda lantas memenuhi janjinya. Sebagian dari muatan perahu yang sangat
berharga itu diberikan kepada I Gusti Gede Pasekan. Di antara benda-benda yang
diberikan kepada I Gusti Gede Pasekan adalah dua buah gong besar. Dengan banyaknya
barang-barang pemberian itu membuat I Gusti Gede Pasekan menjadi sosok yang
kaya raya. Namanya kian disegani, terutama karena kesaktian dan kewibawaannya.
Karena kekayaan dan juga kesaktiannya, orang-orang pun menggelari I Gusti Gede
Pasekan dengan gelar I Gusti Panji Sakti.
I Gusti Panji Sakti lantas
mendirikan kerajaan di Den Bukit di daerah Panji tersebut. Orang-orang yang
mendengar dan mengetahui kebaikan, kewibawaan, dan kesaktiannya datang
berbondong-bondong ke daerah tersebut untuk menjadi rakyat kerajaannya. Rakyat
di daerah-daerah lain juga menyatakan tunduk pada kekuasaan I Gusti Panji
Sakti. Tak berapa lama kemudian wilayah kekuasaan I Gusti Panji Sakti telah
meluas. Ibukota kerajaan itu kian dikenal meluas dengan nama Sukasada. Di sebelah
utara Sukasada itulah I Gusti Panji Sakti mendirikan pusat pemerintahan
kerajaannya yang diberinya nama Buleleng. Ada pun kerajaan baru itu lantas
diberi nama Singaraja.
Pesan moral dari Kumpulan
Cerita Cerita Rakyat Bali : I Gusti Gede Pasekan adalah patuh pada perintah
orangtua dan berusaha keras akan dapat mewujudkan cita-cita menjadi kenyataan.
Keberhasilan hanya akan diraih dengan kerja keras dan juga usaha yang tidak
mengenal kata menyerah.
Tidak ada komentar: